Kisah Kanjeng Kyai Plered - Bagian 2

Malam harinya barulah orang-orang seisi rumah ketumenggungan mengetahui, bahwa Raden Sahid dan Rasa Wulan pergi tanpa sepengetahuan orang tuanya. Mendengar laporan bahwa kedua orang anaknya pergi, terkejutlah Tumenggung Wilatikta. Cepat-cepat ia menyebar bawahannya ke berbagai tempat, namun tidak berhasil menemukan Raden Sahid dan Rasa Wulan. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun dilakukan pelacakan, tetapi usaha untuk menemukan kedua orang anak Tumenggung Wilatikta itu tidak menemukan hasil.

Bertahun-tahun Raden Sahid mengembara, mengalami pahit dan getirnya penderitaan, serta menghadapi berbagai macam cobaan, sehingga di kemudian hari ia dikenal sebagai seorang wali yang sangat mashur, bernama Kanjeng Sunan Kalijaga.


Adapun Rasa Wulan, di dalam pengembaraannya mencari Raden Sahid, setelah bertahun-tahun tidak berhasil menemukan kakaknya itu, akhirnya dia bertapa di tengah hutan Glagahwangi. Di hutan itu Rasa Wulan bertapa ngidang1.

Di dalam hutan itu ada sebuah danau bernama Sendhang Beji. Tepat di tepi danau itu tumbuhlah sebatang pohon yang besar dan rindang. Batang pohon itu condong dan menaungi permukaan danau. Pada salah satu cabang yang menjorok ke atas permukaan air danau Sendhang Beji itu, ada orang yang sedang bertapa. Orang itu bernama Syekh Maulana Mahgribi. Pada cabang pohon besar itu, Syekh Maulana Mahgribi bertapa ngalong2.

Pada suatu siang yang cerah, datanglah Rasa Wulan ke Sendhang Beji itu untuk mandi, karena matahari memancarkan sinarnya yang sangat terik. Perlahan-lahan Rasa Wulan menghampiri Sendhang Beji yang airnya jernih dan segar. Sama sekali ia tidak tahu bahwa di atas permukaan air sendhang itu ada seorang laki-laki yang sedang bertapa. Karena mengira tak ada orang lain kecuali dia sendiri di tempat itu, maka dengan tenang dan tanpa malu-malu Rasa Wulan membuka seluruh pakaian penutup tubuhnya. Dalam keadaan telanjang bulat, dengan perlahan-lahan Rasa Wulan berjalan menghampiri danau. Dengan tenangnya dia mandi di Sendhang Beji itu. Kesejukan air danau itu membuat kesegaran yang terasa sangat nyaman pada tubuhnya.

Sementara itu, Syekh Maulana Mahgribi yang sedang bertapa tepat di atas air danau tempat Rasa Wulan mandi, memandang kemolekan tubuh Rasa Wulan dengan penuh pesona. Melihat kecantikan wajah dan kemontokan tubuh Rasa Wulan yang sedang mandi tepat di bawahnya, bangkitlah birahi Syekh Maulana Mahgribi. Meneteslah air mani Syekh Maulana Mahgribi, jatuh tepat pada tempat Rasa Wulan mandi.

Karena peristiwa itu, maka hamillah Rasa Wulan. Rasa Wulan tahu, bahwa orang laki-laki yang bergantungan pada cabang pohon di atas danau itulah yang menyebabkan kehamilannya.

“Mengapa kau berbuat demikian?” Rasa Wulan memprotes, dengan menunjuk-nunjuk ke arah Syekh Maulana Mahgribi. “Mengapa engkau menghamiliki?”

Menerima dampratan demikian itu, Syekh Maulana Mahgribi diam saja, seakan-akan sama sekali tidak mendengar apa-apa.

“Kamulah yang menghamiliki”, kata Rasa Wulan. “Kamu harus mempertanggung-jawabkan perbuatanmu.”

“Mengapa kau menuduhku”, tanya Syekh Maulana Mahgribi.

“Lihat! Aku hamil”, kata Rasa Wulan. “Dan kamulah yang menghamili.”

“Kamu yakin bahwa aku yang menyebabkan kamu hamil?” tanya Syekh Maulana Mahgribi.

“Ya. Aku yakin”, kata Rasa Wulan. “Aku yakin bahwa kamulah yang menyebabkan aku hamil.”

“Mengapa?” tanya Syekh Maulana Mahgribi. “Mengapa aku yang kau tuduh menghamili kamu?”

“Di tempat ini tidak ada orang laki-laki lain kecuali kamu,” kata Rasa Wulan. “Maka kamulah yang kutuduh menghamiliku.”
Pagi harinya, Rasa Wulan mengetahui bahwa Raden Sahid tidak ada di kamarnya. Dia khawatir, jangan-jangan kakaknya itu minggat. Dengan harap-harap cemas Rasa Wulan mencari kakaknya kemana-mana. Setelah tidak berhasil menemukannya meski sudah mencarinya ke berbagai tempat, maka yakinlah Rasa Wulan, bahwa kakaknya telah meninggalkan rumah. Dia mengetahui alasannya mengapa sang kakak pergi, tidak lain ialah agar terhindar dari paksaan ayahnya untuk beristeri.

“Mengapa dia tidak mengajak aku,” kata Rasa Wulan dalam hati. “Aku juga bermaksud pergi dari sini, supaya terhindar dari paksaan ayah untuk segera bersuami.” Kemudian Rasa Wulan masuk ke kamarnya untuk menyiapkan pakaian. Setelah itu ia pun pergi menyusul kakaknya.




Artikel Terkait

Kisah Kanjeng Kyai Plered - Bagian 2
4 / 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email