Malam harinya barulah orang-orang seisi rumah ketumenggungan
mengetahui, bahwa Raden Sahid dan Rasa Wulan pergi tanpa sepengetahuan orang
tuanya. Mendengar laporan bahwa kedua orang anaknya pergi, terkejutlah
Tumenggung Wilatikta. Cepat-cepat ia menyebar bawahannya ke berbagai tempat,
namun tidak berhasil menemukan Raden Sahid dan Rasa Wulan. Berhari-hari,
berminggu-minggu, bahkan bertahun-tahun dilakukan pelacakan, tetapi usaha untuk
menemukan kedua orang anak Tumenggung Wilatikta itu tidak menemukan hasil.
Bertahun-tahun Raden Sahid mengembara, mengalami pahit dan
getirnya penderitaan, serta menghadapi berbagai macam cobaan, sehingga di
kemudian hari ia dikenal sebagai seorang wali yang sangat mashur, bernama
Kanjeng Sunan Kalijaga.
Adapun Rasa Wulan, di dalam pengembaraannya mencari Raden
Sahid, setelah bertahun-tahun tidak berhasil menemukan kakaknya itu, akhirnya
dia bertapa di tengah hutan Glagahwangi. Di hutan itu Rasa Wulan bertapa
ngidang1.
Di dalam hutan itu ada sebuah danau bernama Sendhang Beji.
Tepat di tepi danau itu tumbuhlah sebatang pohon yang besar dan rindang. Batang
pohon itu condong dan menaungi permukaan danau. Pada salah satu cabang yang
menjorok ke atas permukaan air danau Sendhang Beji itu, ada orang yang sedang
bertapa. Orang itu bernama Syekh Maulana Mahgribi. Pada cabang pohon besar itu,
Syekh Maulana Mahgribi bertapa ngalong2.
Pada suatu siang yang cerah, datanglah Rasa Wulan ke
Sendhang Beji itu untuk mandi, karena matahari memancarkan sinarnya yang sangat
terik. Perlahan-lahan Rasa Wulan menghampiri Sendhang Beji yang airnya jernih
dan segar. Sama sekali ia tidak tahu bahwa di atas permukaan air sendhang itu
ada seorang laki-laki yang sedang bertapa. Karena mengira tak ada orang lain
kecuali dia sendiri di tempat itu, maka dengan tenang dan tanpa malu-malu Rasa
Wulan membuka seluruh pakaian penutup tubuhnya. Dalam keadaan telanjang bulat,
dengan perlahan-lahan Rasa Wulan berjalan menghampiri danau. Dengan tenangnya
dia mandi di Sendhang Beji itu. Kesejukan air danau itu membuat kesegaran yang
terasa sangat nyaman pada tubuhnya.
Sementara itu, Syekh Maulana Mahgribi yang sedang bertapa
tepat di atas air danau tempat Rasa Wulan mandi, memandang kemolekan tubuh Rasa
Wulan dengan penuh pesona. Melihat kecantikan wajah dan kemontokan tubuh Rasa
Wulan yang sedang mandi tepat di bawahnya, bangkitlah birahi Syekh Maulana
Mahgribi. Meneteslah air mani Syekh Maulana Mahgribi, jatuh tepat pada tempat
Rasa Wulan mandi.
Karena peristiwa itu, maka hamillah Rasa Wulan. Rasa Wulan
tahu, bahwa orang laki-laki yang bergantungan pada cabang pohon di atas danau
itulah yang menyebabkan kehamilannya.
“Mengapa kau berbuat demikian?” Rasa Wulan memprotes, dengan
menunjuk-nunjuk ke arah Syekh Maulana Mahgribi. “Mengapa engkau menghamiliki?”
Menerima dampratan demikian itu, Syekh Maulana Mahgribi diam
saja, seakan-akan sama sekali tidak mendengar apa-apa.
“Kamulah yang menghamiliki”, kata Rasa Wulan. “Kamu harus
mempertanggung-jawabkan perbuatanmu.”
“Mengapa kau menuduhku”, tanya Syekh Maulana Mahgribi.
“Lihat! Aku hamil”, kata Rasa Wulan. “Dan kamulah yang
menghamili.”
“Kamu yakin bahwa aku yang menyebabkan kamu hamil?” tanya
Syekh Maulana Mahgribi.
“Ya. Aku yakin”, kata Rasa Wulan. “Aku yakin bahwa kamulah
yang menyebabkan aku hamil.”
“Mengapa?” tanya Syekh Maulana Mahgribi. “Mengapa aku yang
kau tuduh menghamili kamu?”
“Di tempat ini tidak ada orang laki-laki lain kecuali kamu,”
kata Rasa Wulan. “Maka kamulah yang kutuduh menghamiliku.”
Pagi harinya, Rasa Wulan mengetahui bahwa Raden Sahid tidak
ada di kamarnya. Dia khawatir, jangan-jangan kakaknya itu minggat. Dengan
harap-harap cemas Rasa Wulan mencari kakaknya kemana-mana. Setelah tidak
berhasil menemukannya meski sudah mencarinya ke berbagai tempat, maka yakinlah
Rasa Wulan, bahwa kakaknya telah meninggalkan rumah. Dia mengetahui alasannya
mengapa sang kakak pergi, tidak lain ialah agar terhindar dari paksaan ayahnya
untuk beristeri.
“Mengapa dia tidak mengajak aku,” kata Rasa Wulan dalam
hati. “Aku juga bermaksud pergi dari sini, supaya terhindar dari paksaan ayah
untuk segera bersuami.” Kemudian Rasa Wulan masuk ke kamarnya untuk menyiapkan
pakaian. Setelah itu ia pun pergi menyusul kakaknya.
Bersambung : Kisah Kanjeng Kyai Plered bagian 3
Kisah Kanjeng Kyai Plered - Bagian 2
4
/
5
Oleh
admin